Kamis, 07 Maret 2013

Perpulangan ala Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin

Kamis 7 Maret 2013 pukul 16.00 di Kampus Pesantren Sultan Hasanuddin.

Hening, sepi, tidak ada suara santri yang lalu lalang. Tidak ada teriakan santri yang belajar mufradaat atau vocabulary. Tidak ada riuh yel-yel santri yang sedang latihan pramuka. Tidak ada pula hentakan kaki dan suara ha hi hu mereka yang latihan tapak suci. 

Yang ada hanya suara nyeeng nyeeng nyeeng nyeeng dari hewan nyengnyeng yang selalu setia meramaikan pondok. Yang tersisa suara ustadz ustadzah dan para pembina pondok yang mengadakan rapat bulanan.

Padahal baru saja pondok tersebut begitu ramainya oleh suara-suara santri yang sahut menyahut, oleh suara ust. firman dan ust. muttahidah melalui microphone, oleh suara qismul amni (bagian keamanan yang memanggil satu per satu santri dan santriwati). Tadinya tempat yang biasanya sepi dari kendaraan-kendaraan itu pun dipadati oleh sejumlah kendaraan baik roda 4 maupun roda 2. Namun, perlahan-lahan mobil dan motor itu pun pergi meninggalkan pondok diikuti dengan hilangnya suara-suara keceriaan santri secara perlahan.

Yaa.. hari itu adalah hari kepulangan santri dan santriwati pondok ke rumah mereka masing-masing. Hari yang sudah sangat dinanti-nanti oleh setiap santri untuk berkumpul bersama dengan keluarganya. Perpulangan itu rutin dilaksanakan sekali setiap bulan pada hari Kamis pertama di awal bulan dan seluruh santri/wati harus kembali ke pondok hari Jumat keesokan harinya sebelum pukul 16.00.

Kendaraan yang siap menjemput santri/wati mulai yang sudah mulai berdatangan sejak pukul 12.00

Mulai pukul 12.00, para penjemput sudah ramai mendatangi pondok. Namun, santri baru dibolehkan pulang setelah pukul 14.00 yakni setelah selesai belajar, shalat Dhuhur, dan makan siang. Sebelum pulang, santri harus mengambil buku perizinan didampingi oleh penjemputnya (harus merupakan famili) dari si santri. Buku perizinan diambil di bagian keamanan OSPSH (Organisasi Santri Pesantren Sultan Hasanuddin).

Selama berada di rumah, santri/wati diminta untuk senantiasa mengamalkan sunnah pondok, memaksimalkan waktu untuk birrul waalidain. Dan tidak lupa, yang paling penting, adalah membeli/ melengkapi perlengkapan yang akan mereka gunakan selama 1 bulan penuh.

Rabu, 06 Maret 2013

Memperbaiki Diri dengan 5M

Teman-teman, kali ini saya ingin share materi ta'lim malam Ahad yang dibawakan oleh Ust. Syaifuddin Hanafi, S.Ag. (yang kebetulan juga merupakan alumni Pesantren Sultan Hasanuddin angkatan pertama).

Al iimaanu yaziidu wa yanqush. Iman itu kadang bertambah dan kadang pula berkurang. Terkadang kita merasa sebegitu ber"iman"nya kepada Allah SWT sehingga kita taat dengan tulus dan ikhlas melaksanakan segala yang diperintahkanNya. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa di saat yang lain, kita merasa bahwa kita betul-betul jauh dariNya.

Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kualitas diri kita sekaligus berupaya agar tetap istiqaamah atau tetap teguh dalam menjalankan diin ini, maka ada 5M yang perlu kita permantap.
1. Mu'ahadah
Mu'ahadah berarti mengingat perjanjian kita dengan Allah SWT. Perjanjian tersebut berupa penyerahan diri dan pengakuan kita bahwa Allah SWT merupakan Rabb yang telah menciptakan kita. Janji pertama kita telah ucapkan sebelum kita dilahirkan ke dunia yakni ketika Allah SWT bertanya kepada kita "a lastu birabbikum?" - "apakah Aku Tuhanmu?", tatkala itu kita menjawab "balaa" - "ya, tentu saja".

Secara tersurat janji kita itu selalu kita ulangi dalam setiap shalat kita, "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin" - "hanya kepadaMu lah kami menyembah, dan hanya kepadaMu lah kami memohon pertolongan. Begitu pula perjanjian penyerahan diri kita, "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb sekalian alam".

2. Mujahadah
Sikap mujahadah berarti sikap bersungguh-sungguh dalam melaksanakan sesuatu. Allah SWT berfirman, "walladziina jaahaduu fiinaa lanahdiyannahum subulanaa" yang artinya "dan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh terhadap Kami maka Kami akan tunjukkan baginya jalan". Sikap ini harus ada sehingga janji kita kepada Allah tidak hanya sebatas "janji" akan tetapi dibarengi dengan usaha dan kesungguhan untuk menepati janji tersebut.

3. Muhasabah
Selanjutnya adalah muhasabah atau instrospeksi diri. Dalam hal ini, kita dituntut untuk mengadakan evaluasi, baik itu terhadap janji kita, mujaahadah kita, dan segala yang telah kita kerjakan. Secara praktiknya, muhasabah dapat dilakukan dengan bertanya kepada diri kita, "sudahkah kita khusyu' dalam shalat?", "sudahkah kita berbuat baik hari ini?", "sudah layak kah kita untuk masuk ke Syurga Allah?" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat memotivasi kita untuk senantiasa melakukan perbaikan terhadap diri kita.

Perintahnya jelas, "haasibuu anfusakum qabla an tuhaasabuu" - "hisablah dirimu sebelum kamu dihisab".

4. Muraqabah
Muraqabah yaitu sikap merasa diawasi oleh Allah SWT dimana pun kita berada sehingga kita senantiasa takut untuk melakukan perbuatan sia-sia dan termotivasi untuk memaksimalkan segala ibadah atau aktivitas baik yang kita laksanakan.
Allah SWT berfirman, "inna rabbaka labil mirshaad" yang artinya "sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi"

Dalam ayat lain dikisahkan bahwa kelak di hari akhir kita akan diperlihatkan buku catatan perbuatan kita selama hidup di dunia. Tatkala itu manusia akan bertanya "fa maali haadzal kitaab laa yughaadhiru shaghiiratan wa laa kabiiratan illaa ahshaahaa" - "maka tidak ada ucapan dan perbuatan yang kecil atau besar kecuali tercatat dalam buku catatan dan lembaran-lembaran mereka".

5. Mu'aaqabah
Yang terakhir adalah mu'aaqabah atau pemberian sanksi. Mu'aaqabah merupakan sikap memberi sanksi atau hukuman kepada diri sendiri atas segala kesalahan yang kita perbuat. Sanksi yang diberikan dapat berupa perbuatan baik. Misalkan, setiap kali kita melakukan kesalahan maka kita dihukum menghafal 1 surah atau membaca Al-Qur'an 1 juz atau bersedekah kepada fakir miskin atau hukuman lainnya.
Sanksi ini harus kita terapkan dengan komitmen penuh.

Syukran

#post ini dibuat berdasarkan pemahaman penulis dari materi ta'lim yang dibawakan. Jika ada kesalahan, maka kami berlindung kepada Allah SWT atas segala khilaf.

Minggu, 03 Maret 2013

Hak-Hak Al-Qur'an (Pengajian Rutin IKAPSH)

Bismillah
Postingan kali ini berisi ringkasan materi yang disajikan pada pengajian rutin IKAPSH pada tanggal 3 Maret 2013. Materi tersebut disampaikan oleh Ust. Rustam, S.Pd. yang juga merupakan alumni Pesantren Sultan Hasanuddin.

Beliau memulai kajian dengan mengajak kita untuk menjaga diin atau agama Islam dengan menetapkan dan memberikan hak-haknya. Adapun hak dari agama adalah dilakukan perintahnya dan dijauhi larangannya. Dengan dua hal tersebut, maka Insya Allah keislaman kita akan terjaga.

Perihal menjaga keislaman ini menjadi penting karena tanpanya keislaman kita bisa saja batal. Jangan sampai di akhirat kelak kita akan kecewa terhadap diri kita karena telah menyangka bahwa kita telah beriman dan berislam akan tetapi keislaman kita tidak diakui oleh Allah SWT. Hal ini disampaikan Allah SWT melalui firmannya dalam surah Al-Baqarah: "wa mina nnaasi man yaquulu aamannaa billaahi wa bil yaumil aakhiri wa maa hum bimu'miniin" yang artinya "dan di antara manusia ada yang berkata kami telah beriman kepada Allah dan hari akhir padahal mereka tidak termasuk orang-orang mu'min"
Na'uudzu billaah min dzaalik

Lebih lanjut, Ust. Rustam juga mengajak kita untuk memuliakan Al-Qur'an dengan memberikan hak-haknya pula. Dalam hal ini, al ustaadz menyebutkan ada empat hal yang menjadi hak dari Al-Qur'an itu sendiri, yakni:
1. Dibaca
Al-qur'an secara lughowii (bahasa) berarti bacaan. Sehingga pada hakikatnya, Al-Qur'an diturunkan agar untuk dibaca. Ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Qiyaamah, "Innaa 'alainaa jam'ahuu wa qur'aanah, fa idzaa qara'naahu fattabi' quraanah".

2. Ditadaburi
Al-Qur'an sebagai petunjuk atau hudaa bagi kita semua hendaknya tidak dibaca begitu saja, akan tetapi perlu ditadaburi (direnungkan) isinya, sehingga perannya sebagai petunjuk dapat benar-benar tercapai. Secara logika, Al-Qur'an tentu tidaklah dapat menjadi petunjuk bagi kita tatkala kita tidak tahu makna atau isi dari bacaan Al-Qur'an tersebut.

3. Diamalkan
Setelah kita berhasil mentadaburi atau merenungkan isi Al-Qur'an sehingga kita tahu makna atau kandungan dari ayat-ayat Al-Qu'ran tersebut maka tentu saja hal tersebut wajib untuk kita amalkan. Karena demikianlah hakikat dari ilmu, ketika datang maka kita wajib untuk mengamalkannya. Dalam sebuah mahfuzhat dikatakan "al 'ilmu bilaa 'amalin kasysyajari bilaa tsamarin" - "ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah". Satu hal penting yang wajib kita catat adalah ketika kita tahu dan mengabaikan isi dari Al-Qur'an tersebut maka kita telah tergolong ke dalam orang-orang yang munaafiq.

4. Dida'wahkan
Setelah mampu membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur'an maka hak selanjutnya yang harus kita tunaikan adalah menda'wahkannya. Hal ini sejalan dengan perintah Rasulullah SAW "ballighuu 'annii walayu aayatan" - "sampaikanlah dariku walaupun satu ayat"

5. Diajarkan
Dalam sebuah riwayat dikatakan "khairukum man ta'allamal qur'aana wa'allamahu" - "sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an kemudian mengajarkannya".



#Materi disampaikan oleh Ust. Rustam, S.Pd. dan di post oleh penulis berdasarkan pemahaman dari apa yang didengarnya. Jika terdapat kekeliruan, maka kami berlindung kepada Allah SWT atas segala khilaf.